DALIL NASH
A. Pengertian Dalil Nash
Dalil
Naqli, yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung,
yaitu al-Qur’an dan Hadits.Dalil naqli yang bersumber dari al-Qur’an ini
merupakan dalil yang sudah jelas dan kebenarannya tidak diragukan lagi, karena
berasal dari Allah SWT dan dijamin kemurnian atau keasliannya. Demikian pula
dalil naqli yang berasal dari al-Hadits, yang merupakan ucapan, perbuatan dan
pengakuan Rasulullah SAW yang selamanya berada dalam bimbingan Allah SWT.
Sedangkan dalil naqli yang bersumber dari potensi insani dengan menggunakan
akal pikirannya yang berupa ijtihadi muncul apabila hukum tersebut tidak dapat
ditemukan pada dalil naqli. Oleh karenanya Allah dan Rasul-Nya memberikan
kewenangan kepada potensi insani yang berupa akal untuk menggali, sehingga
mampu menemukan serta menetapkan hukumnya. Namun tetap hal ini yang menjadi
sandaran pokoknya adalah Al-Qur’an dan al-Hadits.
Secara bahasa nash
berarti tampak atau naik ke puncak yang seharusnya.Contoh nash dalam Al Qur’an
atau As Sunnah:
a. Firman Allah Ta’ala
:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا
“Laki-laki yang mencuri
dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya” (QS. Al Ma’idah :
38)
Ayat ini adalah nash
tentang hukuman bagi pencuri dalam Islam, yakni potong tangan. Ayat ini tidak
memiliki makna lain selain makna ‘potong tangan’ tersebut. Dan inilah maksud
asli ayat tersebut.
B. Wujud Dalil Nash
1. AL-QURAN
A. Pengertian
Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan oleh
Allah dengan perantara Jibril ke dalam hati Rasullah Muhammad bin Abdullah dengan
lafal Arab dan makna yang pasti sebagai bukti bagi rasul bahwasanya
dia adalah utusan Allah, sebagai undang-undang sekaligus petunjuk bagi manusia,
dan sebagai sarana pendekatan (seorang hamba kepada Tuhannya) sekaligus
sebagai ibadah bila dibaca. Al-Quran di antara dua lembar, diawali surat
al-Fatihah dan diakhiri surat an-Naas, yang sampai kepada kita secara teratur
secara tulisan maupun lisan, dari generasi ke generasi, terpelihara dari adanya
perubahan dan penggantian yang dibenarkan Firman Allah Swt:[2]
انا نحن نزلنا الذكر واناله لحافظون (الحجر:٩)
“Sesungguhnya kami telah menurunkan Al-Quran,
dan sesungguhnya kami tetap memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
B. Kekhususan dan Keistimewaan Al-Quran
Setelah melihat definisi di atas, maka jelaslah bagi kita, bahwa Al-Quran
mempunyai kekhususan dan keistimewaan dari kitab-kitab lainnya. Maka
apabila ada sesuatu yang bertentangan dengan keistimewaan Al-Quran, maka tidak
bisa dikatakan sebagai al-Quran. Adapun kekhususan dan keistimewaan menurut
Syarmin Syukur sebagai berikut:[3]
Bahwa Al-Quran baik kalimat dan maknanya, datang
dari Allah SWT. Dan Rasul saw dalam hal ini tidak lain hanyalah menyampaikan
saja kepada manusia. Ia diturunkan Allah melalui malaikat Jibril, dengan
kalimat yang sama persis dengan yang ada sekarang ini.
Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah dengan
lafadz dan uslub bahasa.
Bahwa Al-Quran telah diriwayatkan dengan cara
mutawatir yang memfaedahkan ilmu yang qath’I (pasti) dan yakin lantaran
periwayatan dan ketetapannya yang sah.
C. Dalalah Al-Quran
Kaum muslimin sepakat bahwa Al-Quran merupakan sumber
hukum syara’. Mereka pun sepakat bahwa semua ayat Al-Quran dari segi wurud
(kedatangan) dan tsubut (penetapannya) adalah qath’i. Hal ini karena semua
ayatnya sampai kepada kita dengan jalan mutawatir. Kalaupun ada sebagian
sahabat yang mencantumkan beberapa kata pada mushafnya, yang tidak ada pada
qiraahnya mutawatir, hal itu hanya merupakan penjelasan dan penafsiran terhadap
Al-Quran yang didengar dari Nabi SAW.[5]
2. SUNNAH
A. Pengertian
Arti sunnah dari segi bahasa adalah jalan yang bisa
dilalui atau suatu cara yang senantiasa dilakukan, tanpa mempermasalahkan,
apakah cara tersebut baik atau buruk.[6]
Sedangkan As-Sunnah menurut syara’ adalah ucapan, perbuatan atau pengakuan Rasulullah.
Pengertian sunnah juga dapat dilihat dari tiga disiplin ilmu:
Ilmu Hadits
Ilmu Ushul Fiqih
Ilmu Fiqih
As-Sunnah, menurut bahasa artinya cara/sistem, baik cara itu Nabi Muhammad
SAW, atau juga lawan dari bid'ah.
Ada dasarnya,
sebagaimana dinyatakan secara mutlak oleh Rasulullah yang artinya :
"Hendaklah engkau berpegangan dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur
Rasyidin sesudahku -menurut riwayat yang lain- yaitu Khulafaur Rasyidin yang
mendapatkan petunjuk sesudahku, pegangilah itu dengan taring gigimu
teguh-teguh."
Adapun menurut istilah ulama Ushul as-Sunnah itu ialah:
Artinya:
"Apa yang dibekaskan oleh Nabi Muhammad SAW, baik berupa ucapan,
perbuatan maupun pengakuan."
B. Dilalah Sunnah
Ditinjau dari segi petunjuknya, hadits sama dengan
Al-Quran, yaitu bisa qath’iah dilalah dan bisa zhaniyah dilalah. Demikian
juga dari segi tsubut, ada yang qat’i dan ada yang zhanni. Kebanyakan ulama
menyepakati pembagian tersebut, namun dalam aplikasinya berbeda-beda.
Dalam kaitannya antara nisbat As-Sunnah terhadap
Al-Quran, para ulama telah sepakat bahwa As-Sunnah berfungsi menjelaskan apa
yang terdapat dalam Al-Quran dan juga sebagai penguat. akan tetapi, mereka
berbeda pendapat mengenai kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Quran apabila
As-Sunnah itu tidak sejalan dengan zhahir ayat Al-Quran.[9]
Dalam kajian ushul fiqih, hadits dari segi sanadnya
terbagi menjadi dua macam: hadits mutawatir dan hadits ahad.
3. Hubungan As-Sunnah Dengan
Al-Quran
Hubungan As-Sunnah
kepada Al-Quran dari segi kedudukannya sebagai hujjah dan rujukan dalam
mengeluarkan hukum syara’ adalah menjadi pengiring Al-Quran. Adapun hubungannya
kepada Al-Quran dari segi hukum yang dibawanya, tidak lebih dari salah satu di
antara tiga hal berikut:
As-Sunnah menetapkan
dan menguatkan hukum yang dibawa Al-Quran.
As-Sunnah memerinci dan
menjelaskan keglobalan hukum yang dibawa Al-Quran
As-Sunnah juga
menetapkan dan membentuk hukum yang tidak
dijelaskan oleh Al-Quran.[8]
C. Kehujjahan Dalil Nash
A. Kehujjahan Al-Quran
Abd. Wahab Khallaf menegemukakan tentang kehujjahan
Al-qur’an dengan ucapan sebagai berikut : “ Bukti bahwa al-qur’an menjadi
hujjah atas manusia yang hukum-hukumnya merupakan aturan-aturan yang wajib bagi
manusia untuk mengikutinya , ialah karena Al-Qur’an itu datang dari allah, dan
dibawa kepada manusia dengan jalan yang pasti yang tidak tidak diagukan kesahan
dan kebenarannya. Sedang bukti kalau Al-Qur’an datang dari Allah SWT , ialah
bahwa Al-Qur’an itu membuat orang tidak mampu membuat atau mendatangkan seperti
Al-Qur’an.”
Nabi Muhammad SAW ketika
menyatakan kenabiannya dan orang – orang kafir menentangnya dan juga menentang
ajaran –ajaran Allah SWT beliau berkata : “ apabila engkau sekalian meragukan
semua ini, cobalah kamu datangkan atau kamu buat saja surat yang sama dengan Al-Qur’an.”
Ucapan seperti ini bukan hanya gurauan namun mengandung makna bahwa manusia
tidak aka mampu menyusun satu ayat pun sebagaimana ayat Al-Qur’an, baik
mengenai susunan dan keindahan bahasanya , dan juga maknanya , lebih-lebih
kepastian dan kebenaran akan isinya yang mutlak yang berlaku dan tidak bisa
dipungkiri.
B. Kehujjahan Sunnah
Umat islam sepakat bahwa ucapan, perbuatan, dan
penetapan Rasulullah yang mengarah pada hukum atau tuntutan dan sampai kepada
kita dengan sanad yang shahih yang mendatangkan kepastian atau dugaan kuat atas
kebenarannya adalah hujjah bagi umat islam. Ia adalah sumber yang digunakan
oleh para mujtahid untuk menetapkan hukum syara’ atas perbuatan orang-orang
mukallaf.
Adapun bukti atas kekuatan As-Sunnah sebagai hujjah
sangat banyak, antara lain:
1. Nash-nash Al-Quran. Karena Allah SWT, sering kali dalam ayat-ayat Al-Quran
memerintahkan untuk taat kepada Rasul-Nya, menjadikan taat kepada Rasul sebagai
bukti ketaatan mengembalikan perselisihan pendapat yang terjadi diantara mereka
kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Kesepakatan para Sahabat ra, baik sesama hidup maupun sepeninggalan
Rasulullah Saw. Akan kewajiban mengikuti sunnah Rasul. Di masa hidup nabi, para
sahabat telah melaksanakan hukum, menjalankan perintah dan (menjauhi) larangan
nabi Saw; halal dan haram.
3. Allah Swt, dalam Al-Quran telah menetapkan berbagai kewajiban yang masih
bersifat global, hukum dan petunjuk pelaksanaannya tidak terperinci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar